MEDAN – Berbicara tentang Islam Nusantara, artinya Islam di Nusantara. Satu khas dari keberagamaan seorang muslim di Nusantara, yang damai, yang membawa kasih sayang, sesuai dengan firman Allah :
“Tidaklah Kami utus engkau Muhammad, kecuali sebagai rahmat kasih sayang untuk semesta.” (QS. Al-Anbiya’ : 107).
Jadi corak Islam nusantara itu adalah Islam yang berbudaya, berbudaya luhur dari akhlak para leluhur. Islam yang cinta akan kebhinekaan, cinta Pancasila, cinta persatuan dan kesatuan.
Islam yang menjaga nilai-nilai toleransi, Islam yang sejuk, umat Islam yang cinta dengan non islam seperti cinta dengan umat Kristiani, Hindu Buddha, Kong Hu Chu, penganut kepercayaan dll, menjadikan mereka sebagai saudara dalam kemanusiaan dan saudara dalam kebangsaan.
Islam Nusantara, Islam yang tidak melupakan ibadah, eksistensinya pun mencintai tahlilan, menyenangi ziarah kubur, suka dengan talqin di kubur, suka maulidan, suka Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw, peringatan haul kematian, kenduri arwah, nasi berkat, zikir berjama’ah, doa berjamaah, melafalkan Sayyidina saat bershalawat, shalawatan, yasinan dan lain lain.
Islam Nusantara menjaga kelestarian budaya dan kearifan lokal seperti makan beradab, penggunaan beduk untuk isyarat adzan, ketupat saat lebaran, sesaji atau sedekah laut dan bumi, wayang, blankon, sarung, peci nasionali, senjata tradisional seperti badik dan keris, lagu-lagu daerah, busana adat dan lain lain.
Konsep ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Ibnul Muflih Al-Hanbali dalam kitabnya Al-Adabusy Syar’iyyah, “Tidaklah boleh seseorang itu memboikot atau keluar dari tradisi suatu manusia kecuali pada hal-hal yang tak baik atau yang haram. (laa yanbaghil khuruj min ‘adatinnas illaa fil haram).”
Itu adalah Islam Nusantara. Khas banget memang! tidak jauh sumbernya dari Allah dan Nabi Muhammad Saw. Sumber-sumber tersebut adalah referensi tertinggi dan kita juga butuh ijtihad para ulama yang beragam untuk mengelaborasikannya dengan sumber dari keduanya.
Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ini, dapat bermanfaat dan membuat kita semakin paham tentang Islam yang benar, Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Jadi jangan mengaku Islam kalau personalnya masih suka membully, mencaci, menyakiti sesama, menzalimi orang lain, menyebarkan provokasi, membuat fitnah dan hoax.
Orang-orang yang ber-Islam Nusantara dapat ditandai dengan sikapnya yang sopan, tutur katanya yang santun, akhlaknya yang mulia, kelembutan pribadinya, suka menolong, gemar berbagi, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, tidak suka tawuran tapi suka gotong royong, senang melestarikan alam, tidak suka memaksakan pendapat, berupaya memfilterisasi radikalisme atau terorisme, cinta berbuat kebaikan dan sangat hormat terhadap warisan leluhur.
Jadi jika ada seorang yang mengaku Islam tapi verifikasinya jauh dari akhlak yang mulia maka dia tidak termasuk golongan Islam apalagi nusantaranya.
Salam kebahagiaan, salam nusantara.
Oleh : Al-Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA
(Penceramah & Wakil Pejuang Islam Nusantara SUMUT)