SEMARANG – Beberapa waktu lalu masyarakat sempat diresahkan dengan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung yang menyebut akan datangnya gelombang tsunami setinggi 20 meter di pesisir Jawa.
Terkait hal tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan jika pemerintah telah melakukan kesiapan adanya potensi tsunami yang akan terjadi di pesisir selatan Jawa.
Kesiapan tersebut meliputi berbagai rencana kontinjensi serta sosialisasi dan edukasi pada masyarakat di daerah pesisir selatan Jawa.
“Ini dilakukan berdasarkan aktivitas gempa yang kita catat dan dari berbagai sumber termasuk BMKG. Sebenarnya, tanda-tanda itu sudah diketahui dan potensinya di Laut Hindia luar biasa,” kata dia pada diskusi virtual Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana yang dipantau di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan kesiapan menghadapi tsunami pesisir selatan Jawa tersebut pada hakikatnya tidak cukup hanya dengan rencana kontinjensi maupun sosialisasi, namun juga meliputi persiapan jalur evakuasi serta tempat pengungsian sementara.
Kemudian juga kelengkapan peralatan dapur umum serta mandi, cuci, kakus (MCK), adanya gladi ruang dan lapangan serta persiapan logistik makanan maupun kesehatan.
“Ini kita siapkan termasuk di area rancangan tsunami yang telah dipetakan baik itu Cilacap, Kebumen, Purworejo dan Wonogiri. Sebenarnya peta ini juga nyambung ke wilayah Yogyakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur,” katanya.
Lebih rinci lagi Ganjar menjelaskan, setidaknya ada 606.464 jiwa yang terancam tsunami yakni meliputi 11 kecawamtan di Cilacap , delapan di Kebumen, tiga kecamatan di Purworejo serta satu kecamatan di Wonogiri.
Di sisi lain, edukasi pada masyarakat setempat juga menjadi poin penting dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana termasuk kesadaran yang mesti dilatih dengan kearifan lokal.
Sebagai contoh jika berkaca ke Jepang, maka diketahui bahwa kerusakan akibat tsunami dapat diminimalisir dengan keberadaan banyaknya pepohonan.
Hal itu sudah dipantau di Kebumen dimana terdapat cemara laut atau cemara udang yang telah tumbuh subur dan tinggi.
Menurutnya, jika area-area di bagian selatan ditanami dengan banyak pepohonan, mungkin hal itu dapat membantu dari sisi pencegahan dampak tsunami yang lebih buruk.
“Kita tidak pernah tahu akan seperti apa nanti, tapi setidaknya dapat membantu jika kita berkaca pada sejarah di masa lalu. Inilah yang kita sampaikan dan sosialisasikan pada masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menambahkan mitigasi bencana tsunami juga meliputi adanya alarm yang berfungsi saat sistem menerima informasi atau peringatan.
Hal itu disamping adanya informasi gempa bumi real time dan warning tsunami dari BMKG yang dikirim sesuai SOP lembaga tersebut.
Sebelumnya ramai diberitakan jika akan ada potensi tsunami setinggi 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur.
Prediksi tersebut didapat dari hasil riset yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Guru Besar bidang Seismologi di ITB Sri Widiyantoro mengatakan hasil riset menggunakan data gempa dari katalog BMKG dan katalog International Seismological Center (ISC) periode 2009 hingga November 2018.
Hasil riset ini menunjukkan adanya zona memanjang di antara pantai selatan Pulau Jawa dan Palung Jawa yang hanya memiliki sedikit aktivitas kegempaan.
“Karena itu kami mengidentifikasinya sebagai seismic gap,” ujar Widyantoro lewat keterangan tertulis, Sabtu (19/9/2020) lalu.
Selain itu, tim juga memanfaatkan data GPS dari 37 stasiun yang dipasang di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama enam tahun terakhir.
Hasil pengolahan data digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa jika terjadi gempa besar.
Jika deformasi GPS yang diamati lebih kecil daripada laju gerak lempeng (defisit slip), area tersebut berpotensi menjadi sumber gempa pada masa mendatang.(Red/Antara)