DELISERDANG – Miris benar apa yang dialami dua ibu dan anak, Halmah (86) dan Siti Usnah (71), warga Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, yang sama-sama sudah lanjut usia (lansia), tak bisa baca tulis karena tidak pernah menyenyam pendidikan.
Bagaimana tidak? Tanah mereka seluas 1.273 meter persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Tanjungmorawa, ‘diambil’ pemerintah untuk lahan pembangunan jalan tol.
Namun, uang ganti rugi yang semestinya mereka terima, malah ditilep Hadi Prayetno Lubis alias Gembung, yang kesehariannya berjualan ikan gembung.
Tak tanggung-tanggung, uang yang dilarikan Hadi Prayetno Lubis alias Gembung ini miliaran rupiah. Uang Halmah sebanyak Rp2,1 miliar dan Siti Usnah Rp250 juta. Uang tersebut dari PT Jasa Marga sebagai ganti rugi lahan keduanya.
Kasus ini terjadi pada 2016 lalu. Dan kasus ini sudah dilaporkan ke Polresta Deliserdang. Namun, sampai sekarang belum ada tanda-tanda jika Hadi Prayetno Lubis akan ditangkap.
Terkait hal ini, Kasat Reskrim Polresta Deliserdang, Kompol Muhammad Firdaus ketika dikonfirmasi wartawan, Rabu (17/3), menyebutkan saat ini tersangka sudah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).”Benar, Hadi sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sudah DPO dan posisinya di Riau sudah dilakukan pengecekan, namun tersangka Hadi sudah tidak di Kabuoaten Kuansing, Riau,” kata Firdaus.
Disebutkan Firdaus, personelnya masih terus mencari keberadaan tersangka. “Saat ini terhadap tersangka Hadi masih dilakukan pencarian untuk ditangkap. Tersangka kita jerat Pasal penipuan dan Penggelapan ancaman hukuman penjara empat tahun,” jawabnya lagi.
Ditanya apakah tersangka tidak bisa dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena dari hasil menggelapkan uang itu, tersangka diketahui membeli kebun sawit, membangun rumah, membeli mobil dan kereta di Riau?
Terkait hal itu, Firdaus menyatakan akan menjerat tersangka dengan Pasal TPPU bila tersangka sudah ditangkap. “Kalau tersangka sudah dapat, pasti kita terapkan TPPU-nya,” ucap Firdaus.
Sementara itu, Rinto Maha, kuasa hukum Halmah dan Siti Usnah kepada target24jam,menerangkan dia sempat berniat melaporkan kasus ini ke Presiden dan Propam Mabes Polri karena penanganannya tak kunjung tuntas.
“Ini kan tanah kedua klien kami diambil untuk proyek pembangunan jalan tol yang merupakan program Presiden Joko Widodo. Saya sudah jumpa dengan Kapolresta, Kombes Yemi Mandagi dan Kasat Reskrim, Kompol Firdaus, meminta agar kasus ini menjadi atensi.
Sebenarnya, saya mau laporkan ke Propam Kasat Reskrim sebelumnya, tapi karena sudah pindah dan kita cari jalan terbaik, maka kita minta agar kasus ini segera dituntaskan. Kita juga berencana akan melaporkan langsung kasus ini ke Presiden, ke Kantor Staf Presiden (KSP). Kita tunggu dulu perkembangan kasusnya ini,” tegas Rinto Maha, pengacara dari Lazzaro Law Firm.Sabtu (20/3/2020).
Dalam kasus ini, sambung Rinto, tersangka bisa dijerat dengan TPPU, karena dari uang yang digelapkannya, tersangka sudah membeli kebun sawit, rumah dan kendaraan. “Intinya, pembangunan tol adalah program Presiden Joko Widodo. Dan ini harusnya menjadi perhatian Presiden. Untuk pelaku ini, hanya kenal dengan klien kami yang memang tak bisa baca tulis. Dia (tersangka) langganan kedua klien kami, dia penjual ikan Gembung,” imbuhnya.
Rinto kembali menjelaskan, Peristiwa yang dialami kedua kliennya, Halmah fan Siti Usnah, terjadi pada Oktober tahun 2016. Saat itu, Halmah mendapat ganti rugi Rp2,1 miliar dan Siti Usnah mendapat Rp 250 juta dari PT Jasa Marga.
Halmah dan Siti Usnah bekerja serabutan. Mereka buta huruf karena tidak mengenyam pendidikan. Kondisi inilah yang membuat Hadi Prayetno Lubis memperdaya mereka hingga uang ganti rugi tersebut berpindah kepadanya.
“Hadi ini adalah penjaja ikan gembung yang menjadi langganan Halmah dan Siti Usnah. Saat mendengar akan adanya ganti rugi tersebut, Hardi menawarkan diri membantu mengurus,” ungkap Rinto.
Singkat cerita, tibalah jadwal uang ganti rugi dari PT Jasa Marga tersebut dibayarkan ke rekening Halmah dan Siti Usnah. Halmah kemudian dibonceng Hadi ke Bank Negara Indonesia (BNI) Simpang Kayu Besar, Tanjungmorawa. Sedangkan, Siti Usnah dibonceng temannya.
Namun di bank tersebut, Halmah dan Siti Usnah yang memang tidak memahami soal urusan transfer hanya disuruh duduk oleh Hadi Prayetno.
Kepada teller bank, Hadi mengaku sebagai anak kandung mereka dan meminta agar uang ganti rugi lahan pembangunan tol tersebut ditransfer ke nomor rekeningnya.
Aksinya berhasil, dari Rp2,1 miliar uang milih Halmah, sebanyak Rp1,1 miliar berpindah ke rekeningnya dan Rp250 juta uang Siti Usnah seluruhnya juga mulus masuk ke rekeningnya.
Malam harinya, Halmah dan Siti Usnah pulang dan berkumpul dengan anak-anak mereka. Di situ mereka menceritakan soal pencairan dana ganti rugi lahan pembangunan tol. Anak-anak mereka kemudian mengeceknya ke bank dan menemukan fakta uang orangtua mereka sudah berpindah tangan.
“Dan diketahui juga, pada hari yang sama uang tersebut ditransfer, pada hari itu juga Hadi langsung mencairkannya. Ternyata Hadi juga langsung menghilang,” sebut Rinto.
Anak-anak Halmah dan Siti Usnah kemudian melaporkan kejadian ini ke Polresta Deliserdang yang kemudian menetapkan Hadi menjadi tersangka. Tidak hanya itu, mereka juga berusaha mencari keberadaan Hadi yang selama ini mereka panggil dengan sebutan Hadi Gembung, sesuai profesinya penjaja ikan Gembung.
Pada September 2017 lalu, keberadaan Hardi diketahui. Dalam setahun terakhir, dia ternyata berada di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Di sana, Hadi menggunakan uang hasil tipu muslihatnya. Dia membeli 10 hektare (Ha) sawit, satu unit rumah, satu unit mobil Toyota Rush dan satu unit kereta.
Mengetahui keberadaan Hadi, anak-anak Halmah, Surya Kumala dan suaminya, Jefri dan beberapa kerabat mereka mendatangi Hadi. Di sana mereka terlebih dulu menemui Ketua RT dan menceritakan persoalan mereka dengan Hadi. Lantas bersama Ketua RT tersebut mereka mendatangi rumah Hadi.
Kedatangan anak-anak Halmah ini bersama Ketua RT ternyata membuat Hadi ketakutan. Dia mengakui semua perbuatannya dan berjanji akan mengembalikan semua uang milik Halmah.
Dia bahkan bersedia pulang ke Tanjungmorawa untuk menemui Halmah dan menyampaikan langsung permohonan maaf serta menyelesaikan persoalan mereka. Alhasil, anak-anak Halmah membawa Hadi ke Tanjungmorawa.
Sebagai bukti Hadi serius dengan ucapannya, beberapa barang-barang milik Hadi terlebih dulu dititipkan di rumah RT sebagai jaminan dia bersedia mengembalikan seluruh harta yang diperolehnya dari uang milik Halmah tersebut.
Di Tanjungmorawa, Hadi langsung sujud meminta maaf kepada Halmah. Pada akhirnya, kedua pihak sepakat berdamai dengan cara Hadi memindahbukukan kepemilikan kebun sawit, rumah dan mobil yang dibelinya dari uang yang dilarikannya. Dan kemudian, Halmah akan mencabut pengaduannya di Polres Deliserdang.
Selama proses pemindahbukan tersebut, yakni bulan Januari 2018 di notaris, Hadi tinggal di Tanjungmorawa. Namun, hanya beberapa hari berjalan, dia menghilang lagi dan ternyata telah pulang ke Kuansing, Riau. Di sana dia membuat pengaduan kepada polisi tentang penculikan dan pemerasan.
Tanggal laporannya tertulis pada 21 Januari 2018, namun selang sehari kemudian pihak Polres Kuansing sudah di Tanjungmorawa, untuk menangkap anak Halmah, Surya Kumala dan suaminya, Jefri. Dalam penangkapan itu, Hadi ikut serta untuk menunjukkan keduanya kepada polisi.
“Namun saat itu, Hadi lupa kalau dia juga sudah berstatus tersangka di Polresta Deliserdang karena laporan penipuan yang dilakukannya. Jadi saat itu, dia ditangkap juga oleh Polresta Deliserdang. Jadi saling tangkaplah di lokasi itu,” ujar Rinto Maha.
Singkat cerita, Surya Kumala dan Jefri dibawa polisi ke Polres Kuansing, sedangkan Hadi ditahan di Polresta Deliserdang. Kasusnya kemudian berlanjut ke pengadilan, di mana Surya Kumala dan Jefri menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Rengat. Sedangkan, Hadi menjalani pengadilan di PN Lubukpakam.
Oleh hakim PN Rengat, Surya Kumala divonis sembilan tahun dan Jefri enam tahun karena dinilai terbukti melakukan pemerasan dan penculikan.
Ternyata kedatangan mereka ke Kuansing menemui Hadi hingga penyelesaian kasus penipuannya berupa pemindahbukuan harta milik Hadi yang dibeli dari uang hasil penipuan itu dianggap pemerasan dan penculikan.
“Ini sangat membingungkan dan sangat tidak masuk akal. Kami menduga ini sudah diutak-atik karena proses-prosesnya tidak masuk akal, misalnya waktu antara pelaporan dan penangkapan hanya satu hari.
Pemerasan dan penculikannya di mana? Juga kita bingung, padahal ada saksi RT di Riau yang mengetahui peristiwanya, namun hakim menolak saksi itu kami hadirkan,” ungkap Rinto lagi.
Yang paling ironis, kata Rinto Maha, seluruh berkas-berkas pemindahan kepemilikan sawit, rumah dan mobil dari Hadi kepada Halmah justru diperintahkan hakim PN Rengat untuk dikembalikan kepada Hadi yang dalam kasus di sana disebut sebagai korban.
Rinto Maha mengatakan saat ini mereka masih fokus memperjuangkan agar uang Halmah dapat kembali. Mereka akan menggugat kepemilikan lahan sawit, rumah dan mobil milik Hardi agar hak dari Halmah dan Siti Usnah berupa uang hasil ganti rugi lahan mereka dapat kembali.
“Kami sangat prihatin terhadap kondisi Siti Usnah yang hingga kini masih menempati gubuk di pinggir jalan tol, karena tidak dapat menikmati uang ganti rugi lahannya tersebut,” tutupnya. (Red)