Konflik Demokrat dan Terbitnya SK Kepengurusan DPP Partai Demokrat Dr. Moeldoko

  • Whatsapp

OPINI HUKUM

Definisi Perselisihan Dalam TUN

Dalam UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan pada pasal 1 Angka 5 Jo Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dimaksud “gugatan” adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan.

Maksud pada pasal tersebut, definisi perselisihan atau sengketa menurut UU Administrasi Pemerintahan dan UU Peradilan TUN, yaitu ketika KTUN atau objek sengketa, pertama kali perselisihan (gugatan) didaftarkan di Pengadilan TUN, dalam situasi Pengajuan pihak KLB Demokrat di Sibolangit sebelum masuknya objek sengketa (KTUN) maka istilah perselisihan dalam pasal 10 ayat (1) Permenkumham No 34 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik, dapat dikesampingkan karena hiraeki Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU Pasal 1 Angka 5 Jo Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Bahwa Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ;

Ayat (1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia.

Ayat (2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan

Maksud substansi pada pasal 48 ayat 1 yaitu Keputusan Tata Usaha Negara harus diterbitkan terlebih dahulu, sebagai “objek sengketa”. Dan pada ayat 2 diterangkan, objek sengketa, baru kemudian dapat didaftarkan ke Pengadilan TUN, sehingga penjelasan pada pasal 48 ayat 1 dan ayat 2 dapat dimaknai “keputusan TUN atau objek sengketa” yang dikeluarkan pejabat berwenang wajib dikeluarkan terlebih dahulu.

Penghitungan bahwa telah terjadi sengketa atau perselisihan juga tidak berlaku bagi proses gugatan baik perdata dan pidana hal tersebut sesuai dengan substansi pelaksanaan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan bersifat “Peraturan Undang- Undang yang Baru Mengenyampingkan / Menghapus Berlakunya Ketentuan UU yang lama yang mengatur materi hukum yang sama” (Lex Post Teriori Derogat Legi Priori), sehingga pelaksanaan Gugatan baik Perdata dan Pidana wajib menunggu proses Pelaksanaan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan selesai dalam hal ini menunggu hasil keputusan akhir dari perselisihan atau sengketa di Peradilan TUN.

Resolusi Konflik Partai Demokrat

Bahwa untuk membuktikan siapa yang paling berhak diluar ranah Hukum Administrasi dapat diajukan ke Pengadilan TUN sebagai objek sengketa, pendapat segelintir “orang hukum” yang menyebutkan bahwa mengenai perubahan Kepengurusan tidak dapat diberlakukan dan pengajuan dokumen administrasi perubahan AD/ART harus berdasarkan Permenkumham No. 34 Tahun 2017 pasal 10 ayat (1) Untuk Dapat Mengajukan Permohonan pendaftaran perubahan AD Partai Politik Dan/Atau ART Partai Politik, “Pemohon Wajib Mengunggah Surat Keterangan Tidak Dalam Perselisihan Internal Partai Politik Dari Mahkamah Partai” Atau Sebutan Lain Sesuai Dengan AD Partai Politik Dan/Atau ART Partai Politik, adalah hal yang keliru dan sesat tafsir.

Hal tersebut dapat dijelaskan pada substansi frasa pada pasal dimaksud tidak mengikat dan tergantung kondisi permasalahan internal Partai Politik, sebab Pejabat KUMHAM dalam memproses pengajuan administrasi wajib menaati UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga surat keputusan yang dikeluarkan pejabat TUN dapat ditinjau berdasarkan laporan atau masukan dari berbagai pihak, apakah ada “cacat substansi” pada pengesahan surat keputusan yang dikeluarkan pejabat yang berwenang sebelumnya mengenai AD/ART Demokrat 2020, sehingga untuk membuktikan perdebatan atau argumentasi kedua belah pihak, serta melindungi baik kepentingan hukum kedua belah pihak termasuk pemohon administrasi, maka Kementerian Hukum dan HAM selaku institusi yang berwenang dalam perkara a quo akan membatalkan SK terdahulu dan mengabulkan permohonan administrasi perubahan AD/ART pihak KLB Demokrat dengan menerbitkan SK baru (KTUN) mengenai Perubahan Kepengurusan yang diajukan pemohon dengan berpatokan kepada aturan yang lebih tinggi, hal tersebut sesuai dengan semangat Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya Jo Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum Jo Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik Jo Pasal 1 Angka 5 Jo Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga perselisihan “objek sengketa TUN” yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM akan bermuara di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membuktikan legal formil dan Hukum Administrasi objek sengketa dimaksud.

Apa Sebab SK Perubahan Kepengurusan KLB Demokrat Wajib Dikeluarkan Kumham ?

Pertama Semangat UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan posisi Kumham wajib menaati asas-asas pemerintahan yang baik sebagai norma hukum administrasi, sehingga wajib dipatuhi oleh Pejabat pembuat SK TUN atau Penyelenggara Pemerintahan dalam hukum administrasi pemerintahan.

Kedua, dalam terbitnya SK yang dipermasalahkan pihak KLB Demokrat (Struktur Kepengurusan dan AD/ART) terdapat berbagai benturan norma dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi seperti yang dijelaskan diatas sehingga berdasarkan Pasal 71 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Keputusan dan/atau Tindakan dapat dibatalkan hal tersebut sesuai dengan asas Contrarius Actus yaitu Pejabat Tata Usaha Negara / Kementerian Hukum dan HAM yang menerbitkan KTUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya.

Sehingga dengan kondisi tersebut proses Persetujuan perubahan Kepengurusan Partai Demokrat KLB di Sibolangit 5-7 Maret 2021 tidak tergantung dengan konsideran yang termaktub dalam AD / ART tahun 2020 Jo Pasal 10 ayat (1) Permenkumham No 34 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik. Melainkan cukup hanya bermodalkan “norm conflict” di AD/ART dengan UU Parpol yang dilaporkan kepada Pejabat pembuat KTUN, hasil penyelenggaraan Kongres Luar biasa yang dilaporkan dan penjelasan mana norm conflictnya, secara hukum administrasi sudah cukup kuat untuk membuat pejabat yang berwenang untuk meninjau kembali Keputusan TUN yang dikeluarkan sebelumnya (vide Pasal 71 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan). Dan berdasarkan UU No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, pejabat pembuat Keputusan TUN mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.

(Rinto Maha, S.H)

Advokat Peradi

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *