Foto : Kerusakan Lingkungan Parah yang dilakukan oleh Sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab.
BATAM – Tim media memantau adanya aktivitas Cut and Fill terjadi di kawasan jalan Hang Jebat Sambau,kecamatan Nongsa, Batam.
Diduga kuat keterlibatan oknum aparat negara berinisial ( RD) dan oknum wartawan inisial (SKM) .(03/12/2025).
Tim media melakukan pantauan di lapangan, sesuai dugaan tim media, supir mencoba mengalihkan tim media dengan cara memarkirkan dumb truk di kawasan perumahan bida asri 3 yang diduga merupakan tempat tinggal supir dumb truk tersebut.
Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Pasal 107 dan 108 mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 107 UU No. 32 Tahun 2009: Hukuman penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009: Hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar jika kegiatan tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang parah.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang: Pasal 69 mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Informasi dari narasumber yang tidak ingin namanya disebutkan kepada tim media, batu tersebut dijual dengan harga Rp. 1.200.000 tidak termasuk dengan sewa dumb truk.
“Bawa saja Lory nya ke lokasi, nanti hubungi orang yang ada disana bernama MAIL” ujar supir tersebut.
Keterlibatan oknum media inisial ( SUKM) sebagai penyambung tangan dari oknum aparat berinisial (RD).
Izin cut and fill atau pemotongan lahan adalah izin yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pemotongan atau penggalian tanah di suatu lokasi.
Izin yang seharusnya ada yakni Izin Lokasi ( IL ), Izin Lingkungan (IL ), Izin Konstruksi ( IK ), Rencana Pemotongan Lahan (RPL), Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA).
Selain itu seharusnya diperlukan dokumen, UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), UKL (Upaya Pemantauan Lingkungan), SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).
Namun, semua legalitas yang mesti menjadi alasan operasional tersebut tidak pernah diperlihatkan pengelola saat dikonfirmasi awak media.
Akibatnya, dalam proses pengerjaan lahan tidak terlihat “penghargaan” terhadap lingkungan hidup. Longsoran tanah diatas bukit sangat terasa sebagai dampak nya.kerusakan jalan.
Sampai berita ini diterbitkan tidak satupun aparat penegak hukum (APH) turun untuk meninjau lokasi akibat jalan yang sudah dipenuhi dengan tanah akibat pemotongan lahan bukit di kecamatan nongsa.
(Tim/Red)







