Para Mantan Pejabat PTPN II Ini Tersorot di LHP BPK, Akan Bernasib Sama dengan Irwan Peranginangin

  • Whatsapp

Foto : Potongan LHP BPK RI pada PTPN II dan mantan Direktur Utama PTPN II Irwan Peranginangin. (Ist)

 

 

JAKARTA – Penegakan hukum yang tegas terhadap kasus PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II akan menjadi preseden penting bagi reformasi tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di seluruh Indonesia.

Negara tidak boleh berkompromi terhadap kejahatan yang dilakukan di bawah bendera perusahaan milik rakyat.

Dengan ditetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II periode 2020-2023 Irwan Peranginangin (IP) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset PTPN I Regional I oleh PT NDP melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land atau Citraland, pada Jumat (7/11/2025) kemarin, menjadi keharusan penyidik Pidana Phusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) di bawah komando Harli Siregar membongkar semua dugaan keterlibatan mantan pejabat di perusahaan tersebut.

Pasalnya, Harli Siregar sempat menyatakan bahwa pengusutan kasus dugaan rasuah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

Fokus penyidik, kata mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) itu, adalah pada temuan BPK RI bagian ke 1 dari 15 temuan. Adalah klausul kontrak kerja sama belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan.

“Kalau melihat data yang dikirim ini, yang sedang kita tangani terkait dengan item 1 dan kalau dibaca 15 item itu kan berbeda-beda satu sama lain,” kata Harli.

“Kami sedang fokus menuntaskan terkait item 1 dan untuk menemukan temuan BPK terindikasi pidana atau tidak tentu harus melalui investigasi lanjutan,” tambah mantan Kajati Papua Barat itu sekaligus merespons desakan pengusutan semua temuan BPK RI itu.

Dalam kasus itu, Kejati Sumut juga sebelumnya telah menetapkan Direktur PT Nusa Dua Propertindo (NDP) Iman Subakti (IS) pada  Senin (20/10/2025).

Jika menukil LHP BPK, bahwa Irwan Peranginangin dan Iman Subakti memang masuk dalam sorotan BPK dalam rekomendasinya.

Bukan tanpa alasan BPK merekomendasikan demikian, soalnya berdasarkan hasil pemeriksaan atas kerja sama pemanfaatan lahan milik PTPN II pada proyek Kota Deli Megapolitan (KDM), BPK menemukan 8 permasalahan.

Adalah pelaksanaan proyek tidak didukung dengan RKT dan laporan berkala; kelebihan transfer PPLWH kepada PT NDP senilai Rp1.372.063.871,00; kewajiban penyerahan lahan kepada Negara belum diatur dalam kontrak; bagi hasil PPLWH belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan PT NDP.

Lalu, proses inbreng tanah sebagai penyertaan modal pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) tidak sesuai akta pendirian perusahaan; investasi saham PTPN II turun pada PUP Kawasan Bisnis.

Selanjutnya, klausul penyediaan lahan perkebunan seluas 10.000 Ha dalam MCA pembangunan KDM tidak mengatur secara detail mengenai spesifikasi lahan dan besaran biaya Subkontrak pengembangan lahan tidak didasarkan pada prinsip at cost.

Menurut BPK, permasalahan tersebut mengakibatkan PTPN II belum memperoleh keuntungan dari proyek KDM, antara lain: pembentukan PT DMKB terindikasi merugikan PIPN II senilai Rp1.250.000.000,00; bagi hasil PPLWH berpotensi merugikan PTPN II dan PT NDP; BSPL terindikasi mengurangi porsi pendapatan PTPN II dan PT NDP; dan penggantian lahan perkebunan seluas 10.000 Ha berpotensi tidak terealisasi.

Kemudian, pelaksanaan proyek KDM tidak terukur; kelebihan transfer dari PTPN II kepada PT NDP berpotensi tidak diganti senilai Rp1.372.063.871,00; dan pemisahan sertifikat HGB kawasan residensial berpotensi terhambat dan penyertaan Modal PTPN II pada PT NDP tidak sesuai arahan pemegang saham.

Kondisi tersebut menurut BPK disebabkan Direktur PTPN II 2020 sampai dengan 2023: tidak cermat menyetujui addendum Master Cooperation Agreement dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah, spesifikasi lahan pengganti 10.000 Ha dan presentase BSPL; dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal dalam Akta Inbreng ke PT NDP sesuai ketentuan yang berlaku.

Kemudian, disebabkan Direktur PT NDP periode 2020 sampai dengan 2023: kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan residensial; dan kurang cermat dalam mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan residensial.

Disebabkan juga SEVP Manajemen Aset periode 2021 sampai dengan 2023 kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis.

Disebabkan Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability periode 2021 sampai dengan 2023 kurang cermat dalam memasukan klausul penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA.

Disebabkan Kepala Bagian Keuangan dan Akutansi PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH; dan disebabkan pula Kepala Bagian Hukum PTPN II Periode 2021 s.d. 2023 kurang optimal dalam penyediaan lahan matang kawasan bisnis dan industri.

Atas hal demikian, BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku kepada sdr. IP selaku Direktur PTPN II Periode 2021 sampai dengan 2023 karena tidak cermat menyetujui addendum MCA dan belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha.

Lalu, menugaskan bagian SPI melaksanakan audit (pemeriksaan khusus) perihal kerjasama proyek KDM yang diawasi langsung oleh Dewan Komisaris PTPN I;menugaskan unit terkait untuk melakukan reviu atas kerja sama dengan PT CKPSN; dan koordinasi dengan pemegang saham dan PT CKPSN untuk melakukan revisi klausul perjanjian yang memberikan keuntungan optimal kepada PTPN I.

 

Tak hanya itu, BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada:

1. Direktur PT NDP periode 2020 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam menyediakan lahan matang dan mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan.

2. SEVP Manajemen Aset PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam memberikan dukungan penyediaan lahan untuk kawasan bisnis

3. Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang cermat dalam merevisi klausul kewajiban penyediaan lahan pemerintah.

4. Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH serta BPLWH

5. Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021 sampai dengan 2023 karena kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang

 

(rs/red)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *