Konflik Lahan,Warga Petani Bentrok dengan Prajurit TNI AD di Tengah Sawah

  • Whatsapp

DELI SERDANG – Bentrok antara warga dengan prajurit TNI AD terjadi di lahan persawahan di Desa Seituan, Pantai Labu, Deliserdang, Sumut. Diduga terkait konflik lahan seluas 65 hektare,Selasa (4/1/2022).

Pihak TNI AD mengklaim kalau persawahan yang dikuasai oleh masyarakat adalah milik Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) A Dam I/BB.

Read More

Kericuhan itu direkam, diunggah dan sontak viral di media sosial karena sempat disiarkan secara langsung oleh salah satu petani yang memiliki akun Facebook bernama “Samarya Uyee Samarya Parbellakk”.

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber,keributan terjadi karena berawal saat itu pihak TNI AD melakukan pemasangan plang di lokasi tersebut.

Kericuhan yang awalnya terjadi di jalan desa hingga sampai memasuki areal persawahan di sana.

Terlihat beberapa personel TNI AD berlumpur karena terlibat keributan dengan masyarakat di area persawahan yang baru beberapa hari ditanami.

” Tolong….tolong kami. Tuhan Tolong kami masyarakat dipukuli,” ucap pemilik akun Facebook tersebut sembari menayangkan video siaran langsung.

Konflik ini ternyata sudah lama terjadi dan sampai saat ini kedua belah pihak masih mengklaim masing-masing kepemilikan.

Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare.

“Sesudah jadi bandara ini mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan dijaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini,” ucap Parningotan Marbun.

Ia mengaku sangat menyayangkan kericuhan yang terjadi pada Selasa pagi.

Disebut dalam kejadian itu tiga anak-anak juga menjadi korban.

Ia menyebut karena dipijak oknum TNI korban pun harus dibawa berobat.

“Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima,” katanya.

“Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya,” kata Parningotan Marbun.

Ia mengaku tidak melihat langsung peristiwa kericuhan karena saat itu ia sedang mengikuti rapat di Polresta Deliserdang.

Setelah dirinya datang, pihak Puskopad TNI AD sudah tidak ada lagi di lokasi.

“Kalau sudah diginiin masyarakat saya, yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak,” jelasnya.

Masyarakat tidak bersedia meninggalkan lokasi karena 98 persen adalah bekerja sebagai petani.

“Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160-an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini,” kata Parningotan.

Parningotan menyebut sebelum pihak TNI AD bertindak sudah seharusnya berkoordinasi dulu dengan Pemerintah Desa.

“Apapun ceritanya harus kordinasi dulu baru bertindak. Saya Kepala desa pernah memang diundang cuma saat itu mereka maunya harus mereka yang punya tanah sementara masyarakat ini menyewa sama mereka,”jelasnya.

“Kapan mereka butuh bisa diambil. Minta Supaya dikosongkan masyarakat mana mau,” kata Parningotan.

Sementara itu, Letkol Caj Drs Wendrizal Sekum Puskopkar “A” BB membeberkan kronologi kejadian di Dusun Saor Matio, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang, Selasa (4/1/2022).

Pihaknya ingin memasang plang pemberitahuan bahwa lahan tersebut adalah milik Kodam I/BB berdasarkan keputusan Mahkamah Agung.

Letkol Wendrizal menjelaskan sekitar pukul 07.15 WIB ia memimpin personel Puskopar dan Yonzopur I/DD untuk melaksanakan apel.

“Pasukan tiba di lokasi sekitar pukul 09.30 WIB. Pasukan langsung ke titik rencana pemasangan di sebelah Timur lahan,” kata Letkol Wendrizal, Rabu (5/1/2022).

Dikatakannya pemasangan plang tidak terlaksana karena penggarap tidak mengizinkan.

Menghindari pergesekan dengan masyarakat, pihaknya pun tidak jadi memasang plang di titik Timur.

Pihaknya pun berangkat ke titik Barat, yakni lokasi perbatasan dengan jalan aspal dan tali air. Di titik tersebut personilnya berhasil pasang plang.

“Sekitar 10.30 WIB massa semakin ramai dan sebagian besar ibu dan orang tua yang memprovokasi pasukan terpancing untuk melakukan pemukulan atau tindakan kekerasan,” jelasnya seperti dilansir Tribunmedan.

Pukul 11.30 WIB pasukannya mulai istirahat.

Momen itu pula dimanfaatkan penggarap untuk membuat penghadangan jalan menggunakan batu dan kayu di depan truck Yon Zipur I/DD.

Karena pemasangan plang kedua dan ketiga untuk titik selatan dan timur lokasi tidak dilaksanakan, maka personilnya diperintahkan untuk meninggalkan lokasi.

Sayangnya, dua unit truk mobil Yonzipur I/DD di titik timur tidak bisa meninggalkan lokasi.

Pasalnya jalan telah diblokir penggarap dengan kayu, batu, dan massa berkerumun.

Di situasi itu, Wendrizal menawarkan beberapa opsi kepada penggarap :

Pertama, penggarap mencabut sendiri plang kepemilikan yang terlah didirikan oleh Puskopar “A” BB. Namun penggarap menolak hal tersebut.

Kedua, Puskop Kartika “A” BB akan mencabut plang kepemilikan HGU dengan syarat penggarap juga mencabut plang yang telah didirikan penggarap.

Kala itu tidak ada kesepakatan di antara kedua belah pihak.

Menurutnya penggarap kala itu mulai anarkis dengan melempari personil dengan lumpur.

Pihaknya pun mengejar para penggarap yang dianggap menjadi provokator massa.

Massa pun berhamburan dan personelnya meninggalkan lokasi.

“Tidak ada korban baik dari pihak masyarakat penggarap maupun personel dan pasukan yang bertugas,” tegasnya.

(Red/Irwan)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *